welcome world, Belkisa #2
Ternyata dapat menikmati 'heaven', siang itu benar-benar mimpi siang bolong. Selain karena perawat yang rutin datang setiap jam ke kamar untuk memeriksa kondisi janin, pikiran saya juga sibuk melanglang buana ke rumah.
Membayangkan Ismail di rumah hanya bersama Adnan, rasanya ga terlalu yakin :p Adnan memang ayah yang OK untuk peran ke-ayah-an, tapi tidak untuk peran yang ke-ibu-an :D Sebagai contoh, beberapa kali saya mempercayakan Ismail kepada Adnan bersama makanannya dg porsi pas, dan selalu saja makanannya tidak pernah sukses habis.
Alasannya selalu sama "Ismail makannya lama banget..kayanya udah kenyang deh". Yah, sebenarnya gak usah Ismail yang memang masih balita dengan kapasitas muatan persuap sedikit, bahkan menurut Adnan saya pun kalau makan sangat lama. Padahal untuk ukuran perempuan (Indonesia) saya kategori yang cukup kebut dalam santap menyantap.
Maka saya jadi ga bisa membayangkan bagaimana Ismail dengan Babonya beberapa hari kedepan. Dari apa Jenis makanan yang dia sudah/akan makan, hingga apa saja yang dia lakukan menjadi trending topik di benak saya. Nah, kalau perawat tiap jam 'kepo' dengan kondisi janin saya, maka saya tiap jam kepo dengan kondisi Ismail di rumah.
Untungnya sore itu kakak keempat saya yg rumahnya hanya tinggal salto dr rumah sakit tsb datang dengan membawa pakaian ganti sementara. Dengan begitu setidaknya saya bisa mengalihkan kegalauan saya dengan aktivitas lain seperti bersih-bersih dan ngobrol dengannya.
Hingga akhirnya salah seorang perawat meminta waktu untuk bicara. Macam jomblo yang akan ditembak oleh pujaan hatinya, jantung saya berdebar gak karuan menanti 'pengakuan' orang dihadapan saya tersebut. Sang perawat menerangkan, karena frekuensi detak jantung janin saya melemah, dokter menyarankan tindakan oprasi akan dilakukan lebih awal demi menekan risiko. Tapi berhubung saat itu Adnan belum ada di tempat, maka kami harus menanti kedatangannya terlebih dahulu.
Adnan yang sebelumnya mau datang selepas magrib saya larang-larang (karena saya benar-benar ingin ber-me time di RS :D), terkejut mendengar informasi dari saya tersebut. Sebab, yang kami yakini paling cepat, baru keesokan pagi saya akan dioprasi. Segera bersama Ismail dia kembali ke hadapan saya. Ya, malam itu juga kami akan bertemu dengan anggota baru keluarga kami, insyaAllah.
Sekitar Pk 22 saya Sudah mulai berganti pakaian. Sebelum akhirnya saya dibawa ke ruang lain, saya hanya sempat menyapa sekilas ibu dan kaka pertama saya yang baru tiba. Di ruang isolasi tersebut saya hanya boleh ditemani oleh Adnan, sementara Ismail ditemani oleh nenek dan tantenya di luar menangis pilu karena harus berpisah dengan saya:(
Tidak jauh berbeda dengan pengalaman melahirkan ismail, kali inipun Adnan berusaha menghibur saya dengan suka cita, hanya saja kini dia tampak lebih rileks dibanding 4 tahun lalu. Karena saking rileksnya dia jadi cenderung usil. Salah satu ucapannya yang saya ingat saat itu, "Nanti kamu kan ga dibius total. Jadi kamu bisa liat dokternya pegang gunting bedah dan Alat-alat lain, terus darahnya muncrat-muncrat, " saat itu saya segera memintanya memilih antara berhenti guyon atau keluar dari ruang tersebut :/
Tak lama saya dibawa ke ruang oprasi. Entah harus bersyukur atau sebaliknya, kali ini adnan tidak diperbolehkan menemani:/
Selama di ruang oprasi para tim medis sangat bersahabat. Alunan murotal dari sudut ruang oprasi benar-benar membantu saya merasa lebih nyaman. Saat dokter dan timnya 'mengeksekusi' saya ternyata tidak sehoror yang selama ini saya bayangkan. Bahkan saya malah menikmati mengikuti obrolan santai mereka sepanjang oprasi berjalan.
"Wah bayinya kelilit-lilit tali pusar. Dua di leher, dua di perut dan satu di kaki. Perempuan, pas, inysaAllah cantik" kata sang dokter.
Ternyata dokterpun percaya pada mitos :D tapi saya tetap mengamininya sebagai bentuk doa baik.
Anehnya saya tak langsung mendengar tangis bayi, seperti saat melahirkan ismail. Yang terdengar hanya percakapan mereka.
"2600gram dan 50cm" suara seorang perawat. "Lahir Pk 23.20"
Baru beberapa Saat kemudian terdengar tangisannya.
"Sus, bayi saya sehat kan? " tanya saya mulai kuatir kepada salah satu perawat yang berada di dekat saya. Saya berharap segera bertemu bayi saya dan IMD.
"Dilihat dulu ya bu,"
Waduh jawaban tadi semakin membuat saya kuatir. "Anak ibu harus diobservasi, sebab tadi tidak langsung menangis. Bla. .bla. .bla. ."
Saya sudah tidak fokus mendengar penjelasn perawat itu. Fokus saya terhenti dengan kekuatiran mereka akan kondisi sang bayi.
"Ini putrinya, bu. Semoga kelak menjadi anak kebanggaan orang tuanya. "Seorng perawat menyorongkan bayi mungil dalam bedongan ke wajah saya. Saya mengaminkan (kembali) dan mengecup pipinya yg pucat bak kapas. Setelah itu segera mereka membawanya keluar. Tanpa IMD:( Syukurnya tentu tetap, tanpa mengenal sufor :)
Setelah 'eksekusi' singkat tersebut, saya kembali bertemu Adnan. Dia menyambut dengan senyum mengembang.
"terima kasih ya, Dek. Sudah melahirkan anak kita" Mendengar kata-katanya, rasa tegang yang merundung seharian ini seakan tersapu. "Makasih juga, kali ini bayinya lebih mirip saya" ucapnya mengacungkan jempol dengan wajah usil :D
Kemudian Adnan memperlihatkan beberapa foto bayi kami yang fresh from the tummy :p.
Malam itu seharusnya saya bisa tidur dengan lelap. Tapi nyatanya tidak. Semalaman saya terjaga, dengan ismail yang nyenyak di sisi saya (ya kami tidur seranjang), sementara Adnan terlelap di sofa kamar. Keesokan paginya, setiap kali ada perawat yang masuk, tidak bosan saya menayakan hal yang sama.
"Kapan bayi saya dibawa masuk, Sus?"
Baru akhirnya tepat pukul 10 pagi, doa saya agar mahluk kecil itu dibawa ke pangkuan saya pun terkabul. Pagi itu saya lama memandanginya tak puas-puas, seakan sudah begitu lama kami berpisah. Dan pagi itu pula saya memberi pelajaran pertama dalam hidupnya, pelajaran bertahan hidup dengan cara mengkonsumsi makanan sumber kehidupannya, ASI :)
Alhamdulillah, segala kekhawatiran sirna. Anak kedua kami sehat dan kuat. Kekhawatiran besar saya yang lain, akan Ismail yang akan merasa tersisih pun lenyap. Ismail sebagai sulung sangat pengertian. Hingga kini dia menyayangi adiknya dengan cinta yang tulus ala anak seusianya. Seperti sudah terprogram, sejak kehadiran adiknya, Ismail tidak lagi menuntut harus diutamakan, padahal sebelum masuk kamar oprasi dia masih ingin selalu dalam dekapan saya.
Ar Rahman. Fabiayyi âlâi Rabbikumâ tukadzdzibân.
Nakes yang baik hati dan profesional, keluarga yang selalu mensuport, pasangan yang siaga, si sulung yang kooperatif, dan bayi yang sehat, adalah anugrah yang tak henti saya syukuri.
Setelah dua malam di RS tersebut, akhirnya saya kembali dengan satu anggota keluarga termuda, yang kami beri nama Belkisa* Klovo. Besar harapan dari memberikan nama tersebut, kelak ananda memiliki kemuliaan, kehanifan, dan ketakwaan seperti Ratu Sabba tersebut :) Aamiin InsyaAllah.
Belkisa 0-12 bln
*Belkisa (Bosnia dan Turki version)= Ratu Bilqis, Balqis.
Membayangkan Ismail di rumah hanya bersama Adnan, rasanya ga terlalu yakin :p Adnan memang ayah yang OK untuk peran ke-ayah-an, tapi tidak untuk peran yang ke-ibu-an :D Sebagai contoh, beberapa kali saya mempercayakan Ismail kepada Adnan bersama makanannya dg porsi pas, dan selalu saja makanannya tidak pernah sukses habis.
Alasannya selalu sama "Ismail makannya lama banget..kayanya udah kenyang deh". Yah, sebenarnya gak usah Ismail yang memang masih balita dengan kapasitas muatan persuap sedikit, bahkan menurut Adnan saya pun kalau makan sangat lama. Padahal untuk ukuran perempuan (Indonesia) saya kategori yang cukup kebut dalam santap menyantap.
Maka saya jadi ga bisa membayangkan bagaimana Ismail dengan Babonya beberapa hari kedepan. Dari apa Jenis makanan yang dia sudah/akan makan, hingga apa saja yang dia lakukan menjadi trending topik di benak saya. Nah, kalau perawat tiap jam 'kepo' dengan kondisi janin saya, maka saya tiap jam kepo dengan kondisi Ismail di rumah.
Untungnya sore itu kakak keempat saya yg rumahnya hanya tinggal salto dr rumah sakit tsb datang dengan membawa pakaian ganti sementara. Dengan begitu setidaknya saya bisa mengalihkan kegalauan saya dengan aktivitas lain seperti bersih-bersih dan ngobrol dengannya.
Hingga akhirnya salah seorang perawat meminta waktu untuk bicara. Macam jomblo yang akan ditembak oleh pujaan hatinya, jantung saya berdebar gak karuan menanti 'pengakuan' orang dihadapan saya tersebut. Sang perawat menerangkan, karena frekuensi detak jantung janin saya melemah, dokter menyarankan tindakan oprasi akan dilakukan lebih awal demi menekan risiko. Tapi berhubung saat itu Adnan belum ada di tempat, maka kami harus menanti kedatangannya terlebih dahulu.
Adnan yang sebelumnya mau datang selepas magrib saya larang-larang (karena saya benar-benar ingin ber-me time di RS :D), terkejut mendengar informasi dari saya tersebut. Sebab, yang kami yakini paling cepat, baru keesokan pagi saya akan dioprasi. Segera bersama Ismail dia kembali ke hadapan saya. Ya, malam itu juga kami akan bertemu dengan anggota baru keluarga kami, insyaAllah.
Sekitar Pk 22 saya Sudah mulai berganti pakaian. Sebelum akhirnya saya dibawa ke ruang lain, saya hanya sempat menyapa sekilas ibu dan kaka pertama saya yang baru tiba. Di ruang isolasi tersebut saya hanya boleh ditemani oleh Adnan, sementara Ismail ditemani oleh nenek dan tantenya di luar menangis pilu karena harus berpisah dengan saya:(
Tidak jauh berbeda dengan pengalaman melahirkan ismail, kali inipun Adnan berusaha menghibur saya dengan suka cita, hanya saja kini dia tampak lebih rileks dibanding 4 tahun lalu. Karena saking rileksnya dia jadi cenderung usil. Salah satu ucapannya yang saya ingat saat itu, "Nanti kamu kan ga dibius total. Jadi kamu bisa liat dokternya pegang gunting bedah dan Alat-alat lain, terus darahnya muncrat-muncrat, " saat itu saya segera memintanya memilih antara berhenti guyon atau keluar dari ruang tersebut :/
Tak lama saya dibawa ke ruang oprasi. Entah harus bersyukur atau sebaliknya, kali ini adnan tidak diperbolehkan menemani:/
Selama di ruang oprasi para tim medis sangat bersahabat. Alunan murotal dari sudut ruang oprasi benar-benar membantu saya merasa lebih nyaman. Saat dokter dan timnya 'mengeksekusi' saya ternyata tidak sehoror yang selama ini saya bayangkan. Bahkan saya malah menikmati mengikuti obrolan santai mereka sepanjang oprasi berjalan.
"Wah bayinya kelilit-lilit tali pusar. Dua di leher, dua di perut dan satu di kaki. Perempuan, pas, inysaAllah cantik" kata sang dokter.
Ternyata dokterpun percaya pada mitos :D tapi saya tetap mengamininya sebagai bentuk doa baik.
Anehnya saya tak langsung mendengar tangis bayi, seperti saat melahirkan ismail. Yang terdengar hanya percakapan mereka.
"2600gram dan 50cm" suara seorang perawat. "Lahir Pk 23.20"
Baru beberapa Saat kemudian terdengar tangisannya.
"Sus, bayi saya sehat kan? " tanya saya mulai kuatir kepada salah satu perawat yang berada di dekat saya. Saya berharap segera bertemu bayi saya dan IMD.
"Dilihat dulu ya bu,"
Waduh jawaban tadi semakin membuat saya kuatir. "Anak ibu harus diobservasi, sebab tadi tidak langsung menangis. Bla. .bla. .bla. ."
Saya sudah tidak fokus mendengar penjelasn perawat itu. Fokus saya terhenti dengan kekuatiran mereka akan kondisi sang bayi.
"Ini putrinya, bu. Semoga kelak menjadi anak kebanggaan orang tuanya. "Seorng perawat menyorongkan bayi mungil dalam bedongan ke wajah saya. Saya mengaminkan (kembali) dan mengecup pipinya yg pucat bak kapas. Setelah itu segera mereka membawanya keluar. Tanpa IMD:( Syukurnya tentu tetap, tanpa mengenal sufor :)
Setelah 'eksekusi' singkat tersebut, saya kembali bertemu Adnan. Dia menyambut dengan senyum mengembang.
"terima kasih ya, Dek. Sudah melahirkan anak kita" Mendengar kata-katanya, rasa tegang yang merundung seharian ini seakan tersapu. "Makasih juga, kali ini bayinya lebih mirip saya" ucapnya mengacungkan jempol dengan wajah usil :D
Kemudian Adnan memperlihatkan beberapa foto bayi kami yang fresh from the tummy :p.
Adnan, Ismail, Mama, dan Uni (kakak pertama saya) sepertinya lebih puas melihat bayi saya, ketibang saya ibunya yang hanya baru berkesempatan melihatnya beberapa detik:/
Malam itu seharusnya saya bisa tidur dengan lelap. Tapi nyatanya tidak. Semalaman saya terjaga, dengan ismail yang nyenyak di sisi saya (ya kami tidur seranjang), sementara Adnan terlelap di sofa kamar. Keesokan paginya, setiap kali ada perawat yang masuk, tidak bosan saya menayakan hal yang sama.
"Kapan bayi saya dibawa masuk, Sus?"
Baru akhirnya tepat pukul 10 pagi, doa saya agar mahluk kecil itu dibawa ke pangkuan saya pun terkabul. Pagi itu saya lama memandanginya tak puas-puas, seakan sudah begitu lama kami berpisah. Dan pagi itu pula saya memberi pelajaran pertama dalam hidupnya, pelajaran bertahan hidup dengan cara mengkonsumsi makanan sumber kehidupannya, ASI :)
Alhamdulillah, segala kekhawatiran sirna. Anak kedua kami sehat dan kuat. Kekhawatiran besar saya yang lain, akan Ismail yang akan merasa tersisih pun lenyap. Ismail sebagai sulung sangat pengertian. Hingga kini dia menyayangi adiknya dengan cinta yang tulus ala anak seusianya. Seperti sudah terprogram, sejak kehadiran adiknya, Ismail tidak lagi menuntut harus diutamakan, padahal sebelum masuk kamar oprasi dia masih ingin selalu dalam dekapan saya.
Ar Rahman. Fabiayyi âlâi Rabbikumâ tukadzdzibân.
Nakes yang baik hati dan profesional, keluarga yang selalu mensuport, pasangan yang siaga, si sulung yang kooperatif, dan bayi yang sehat, adalah anugrah yang tak henti saya syukuri.
Setelah dua malam di RS tersebut, akhirnya saya kembali dengan satu anggota keluarga termuda, yang kami beri nama Belkisa* Klovo. Besar harapan dari memberikan nama tersebut, kelak ananda memiliki kemuliaan, kehanifan, dan ketakwaan seperti Ratu Sabba tersebut :) Aamiin InsyaAllah.
Belkisa 0-12 bln
*Belkisa (Bosnia dan Turki version)= Ratu Bilqis, Balqis.
Komentar
Posting Komentar