Imigrasi dulu dan sekarang.

Lagi bersihin email lama, nemu curhatan saya ke teman-teman soal kinerja imigrasi, tujuh tahun lalu. Membacanya dan mengingatnya lagi, saya kembali es-mo-si jiwa dibuatnya :p Padahal kerugian yang saya dapatkan ga seberapa dibanding kerugian beberapa teman saya yang memiliki pengalaman tidak mengenakan saat mengurus admininistrasi sejenis.

Tapi dengan membaca ini, saya jadi bisa membandingkan kinerja Imigrasi 7 tahun lalu dengan imigrasi saat ini. Dan tanpa ragu saya mengacungkan jempol untuk imigrasi yang berada di bawah kementrian hukum dan HAM ini yang telah berhasil banyak mengubah kinerja mereka. Kalau ditanya seberapa besar perubahan yang terjadi? jawabannya : banyak. Tapi kalau mau tau pasti, agak susah ngukurnya karena ga punya timbangan (huuuu jayusss).

Pertengahan Januari tiga tahun yang lalu (2012), keluarga kecil kami berlibur ke jakarta setelah dua setengah tahun menetap di sarajevo. Memang misi utama kami hidup di sarajevo saat itu (setelah menikah) selain berkenalan dengan sanak saudara suami juga karena Adnan belum kelar studinya. Berencana menetap di sana juga belum pasti, karena sejak awal suami memang niat ingin hijrah dari negerinya. Tapi kembali ke indonesia? Hmm, sy pribadi ilang hasrat untuk menetap di indonesia karena mengingat sistem birokrasi kita yang kurang bersahabat.

Maka saban Adnan membuka wacana "bisa jadi liburan kita ini berlanjut dengan tinggal menetap di indonesia," selalu saya tidak tanggapi secara serius. Bagi emak2 yg punya bocah kecil tanpa bantuan asisten ini, relakah saya  kembali sibuk dg urusan imigrasi? Huh, no way! Nah, begini pengalaman yang saya tulis beberapa tahun lalu itu saat terjadi perekrutan CPNS besar-besaran...

Assalamualaikum...

Bagi saudara-saudariku yang mo apply CPNS, tolong-tolong nih ya...saudarimu yang satu ini bener2 memohon dari lubuk hati yang paling dalam agar kelak menjadi PNS yang bertanggung jawab. Jangan suka curi-curi waktu kerja, pakai fasilitas negara tidak pada tempatnya,  males-malesan, dll. Karena ntu kan sama aja korupsi.

Saya sih yakin tidak semua PNS seperti itu (contohnya kedua ortu saya, dan salah satu kakak saya :D ), tapi beberapa waktu lalu saya punya pengalaman menyebalkan terkait dengan kinerja PNS di imigrasi jakut.

Jadi begini ceritanya: Seperti yang biasa kami lakukan 2 bulan belakangan, setiap pertengahan bulan saya dan suami melakukan rutinitas perpanjang visa sosial budaya suami.

Di bulan pertama, saya mengurus sih lancar2 aja. Beli form, isi form, siapin surat2, dll. Setelah lengkap kami kembali keesokannya. Lalu si bapak periksa sana-periksa sini, akhirnya doi bilang "besok kembali lagi untuk ambil visa". Dia juga bilang itu bisa diwakilkan. Bisa juga yang ambil bapaknya (karena saat itu saya datang sama suami dan bokap tercinta). Nah sebagai warga yang taat, besoknya saya datang dengan diwakilakan oleh bokap (sebab saat itu jadwal saya tidak memungkinkan untuk ke sana, lg pula sy pikir semua administrasi udh selesai, tinggal ambil doang kan) .

Keesokannya pas pulang, bokap bilang, "belum bisa diambil Dek. Sbb org yg nandatangamni belom dtg". Awalnya sy cuma bisa pasrah, yah mungkin lg dinas yah....mungkin juga dia emang org sibuk. Trus, keesokan harinya pas bokap kembali datang ke imigrasi, ternyata masih sama jawabannya. "datang besok lagi...". Nah loh, gimana sih...kalau untuk saya dan keluarga, bolak-balik ke imigrasi jakut sih bukan masalah besar..wong rumah kami cuma 500m dg kantor imigrasi ko. Tapi coba deh bayangin, gimana kalau ada org2 yg tinggal di tempat yg mayan jauh kaya di Pantai Indah kapuk atau kepulauan seribu? Mo disuruh bolak-balik juga kaya bokap saya? Trus, kenapa pegawai yang bertanggung jawab  ga pernah ada mulu? Kasih SP dong kalau sering2 absen! Kalau emang dinas, knp gak diwakilkan, dan malah terus-terusan meminta orang datang tanpa kejelasan?

Dan yg membuat saya makin gondok, ternyata jawaban tadi masih juga diulang-ulang sampai 3x (alias 3 hari kemudian). Wallah...ini sih keterlaluan. Dan yang uniknya, ketika pihak imigrasi itu mengembalikan visa suami saya, dia bilang ke bokap, "pak bulan depan datang sebelum tgl 18, kalau datang terlambat sehari dendanya bisa 2x lipat pak."

Bapak saya yg sangat disiplin itu, jelas ga mau kalau kelak kena denda hanya karena telat 1 hari. Maka beliau menyampaikan hal itu pada saya. Mendengarnya, saya spaning, "eh, enak aja mereka ngomong gitu... Kalau dari pihak mereka yg telat, seharusnya mereka kasih potongan harga juga donk buat kita. Kalau satu hari telat kita saja didenda 2x lipat, berarti kalau mereka yg telat satu hari sama dengan kita GRATIS". Mendengar hal itu bokap cuma bisa ketawa, sepertinya beliau ga minat untuk ngomong gitu. 

Sampai akhirnya di bulan berikutnya, jatuh bertepatan di bulan ramadhan. Kali ini saya yg mau datang sendiri (suami saat itu ada agenda lain). Pukul 11.15 saya tiba di imigrasi, tapi ternyata loket tempat mengurus surat2 WNA sedang tutup. Saya tanya ke loket sebelah, "bapak yg di sini ini mana ya bu? udah dtg blom?". Si ibu dan rekannya kompak bilang, "udah datang, ke lantai 3 aja". Mendengar hal itu, nyaris saya mau langsung ke lantai 3, tapi seorang bapak di belakang saya bilang, "di lantai 3 juga ga ada , saya udah nyari ke sana," ucapnya seraya memegang map merah di tangannya dengan resah. "Oh kalau gitu tunggu aja," jawab mereka kembali kompak.

Lagi-lagi sebagai warga yg patuh, saya menunggu di depan loket bersama si bapak bermap merah tadi. Agak berapa lama, si bapak--rekan si ibu di loket sebelah--bilang, "mbak, nunggu di bangku aja mba sebab mungkin agak lamaan." 

Saya rada bingung, kenapa sih segala sesuatu di tempat ini serba ga jelas? "emang kapan baliknya bu? Kami dituntut tepat waktu, dan akan dikenakan denda jika telat sedikit, tapi orgnya ko ga pernah ada di tempat?". Lalu mungkin atas nama solidaritas sesama pegawai, maka ibu itu langsung defense"Iya betul mba, lagi pula mba datang mepet waktu, dia non muslim dan sedang makan siang," saya mendengarnya melotot dan langsung mengalihkan pandangan ke jam dinding yang dekat dengan loket. 

"Apanya yang mepet? ini kan bukannya waktu istirahat. Mo makan si monggo aja, tp pada waktunya lah bu," si ibu dan rekannya sedikit mengkeret mendengar kata-kata saya barusan. Lantas rekannya tersebut langsung angkat bicara, "nanti lgsung komplain ke orgnya lgsung aja ya mba,"  nah gitu kan lebih enak kedengerannya, ga usah defense dan cari kesalahan org kaya td. Saya manyun dan meninggalkan loket, kedua ibu bapak tadi berkali-kali curi-curi pandang ke arah saya dengan tatapan takut, sepertinya mereka shock 'digituin' saya.

Lalu saya menunggu di ruang tunggu yg sempit bersama sekitar 30-an laki-laki yang tidak saya kenal. Lima belas menit sebelum pk 12, si bapak yg ditunggu datang dengan petantang-petenteng. Sy langsung menghampiri dan mengurus administrasi suami, setelah cek sana-sini, dan sekali lg saya ga ada kesulitan masalah kelengkapan administratif, maka setelahnya saya diminta melengkapi form yang lain. Namanya POA--Pendaftaran Orang Asing--untuk mendata org asing yg udah menetap di indonesia lebih dr 90 hari. Setelah saya beli, si bapak minta saya ke lantai 4 dan bertemu seseorang yg ngurus masalh POA ini. Saya sih nurut aja mungkin emang ini alurnya, pikir saya. Pertama kali naik ke lantai berikutnya, saya tersadar...gedung ini ga punya lift...berarti saya kudu bolak-balik tanpa lift? ga papalah itung2 olahraga *pura2 legowo, pdahal gondok pisan.

setelah ke lantai 4, ketemu org yg dituju lalu sy sampaikan tujuan saya, mereka bilang "selesaikan perpanjangan visanya dulu aja mba, baru POA. Kl telat perpanjangan visa bisa kena denda," mendengar kata2nya saya langsung ngebayangin tangga imigrasi yg sempit dan melingkar-lingkar. Ga mau jadi bola yang terus dioper-oper, secepatnya saya bilang, "saya diminta untuk ke sini dulu oleh si bapak," mereka jd bingung..."oh gitu ya? hmm kl gitu bilang sm si bapak, selesaikan visa dulu aja deh mba. Sebab di sini masih penuh." Ok, kalau emang kaya gitu berarti selanjutnya saya kan ga bakal dioper-oper, ya sudah saya langsung ngacir ke lantai satu. Sampai di bawah, apa yang terjadi sodara-sodara? saya menemukan loket untuk WNA kembali kosong. Waduh ini si bapak ga betah duduk di tempat banget sih, kalau gitu mending jadi guru aja ya (guru kan jarang duduk kl lg tugas :D). Pas saya lihat, saat itu pk 12.05...oalla...ternyata si bapak lagi menggunakan jatah istirahatnya, nih, ceritanya. Aneh ya? kl untuk istirahat, dia sangat 'disiplin', tp kalau untuk yang lain..boro-boro:P

Saya memilih menunggu, sebab sekalipun saya pulang saat ini, besokpun saya harus kembali, dan bisa jadi saya akan menunggu seperti sekarang. Tepat satu jam saya menunggu, yang ditunggupun datang. Tanpa ba-bi-bu, sebelum si bapak masuk loket, saya langsung menyerbu, segera mejelaskan dan ingin segera selesai. Responnya cuma, "oh gitu ya mbak, kalau gitu minta tanda tagan dulu sama bapak di lantai 3, setelahnya surat-surat ini dibawa ke sini lagi," saya melongo mendengarnya...berarti saya harus bolak-balik lagi!? Tanpa banyak bicara saya langsung MEYELESAIKANNYa. Intinya semua itu bisa sebenarnya bisa selesai hanya dengan 15 menit, tapi karena pegawainya yang bertanggung jawab akan dokumen saya senang melanglang buana dengan alasan ga jelas, alhasil saya menghabiskan waktu 2 jam untuk sesuatu yang ga guna. 

Setelah selesai untuk hari itu, saya langsung pulang dan bertanya pada bokap, "Pa, bulan lalu diminta bolak-balik juga ga?" bokap mengiyakan dengan tenang. MasyaAllah...saya langsung merasa sangat bersalah, berarti waktu itu bokap juga merasakan apa yg saya rasakan hanya untuk membantu menyelesaikan urusan saya. Sejak saat itu saya bertekad, untuk urusan macam ini saya ga bakal minta tolong ortu lagi, titik. 

Ya rabbi, apa sih maksud mereka dengan memelihara etos kerja kaya gitu. Sadar ga sih dengan begitu mereka telah mendzalimi hak banyak warganya? Apa mungkin niatnya emang sengaja membuat warga tidak nyaman dan beralih menggunakan calo? Duhai PNS, uang yang kalian terima setiap bulannya merupakan pajak dari warga. Plis dong profesional dikit.

Nah bagi siapapun yang berminat jd PNS, kalau niatnya cuma mo dapat gaji buta kaya si bapak...beristigfarlah dan urungkan niat, Sebab segala sesuatunya kelak akan diminta pertanggungjwabannya. Allahuallam

wasalam


Itu dia cerita 7 tahun lalu. Apakah saya mengalami kerugian materi? sama sekali engga. Tapi jelas saya merasa terzalimi dengan sistem pelayanan yang acak kadut begitu :p Memangnya waktu kita hidup hanya untuk dihabiskan di imigrasi doang, apa? Makanya gak aneh kalau akhirnya banyak orang yang memilih bantuan calo atau agen, meskipun mereka tidak berhalangan mengurus sendiri seperti dalam posisi saya. 

Padahal kan hak setiap warga mendapat kemudahan pelayanan tanpa harus berpikir untuk menggandeng calo. Apa lagi harga lewat calo dan agen terhitung sangat jauh dengan harga resmi jika mengurus sendiri. Misalnya saat saya mengurus KITAS (kartu izin tinggal terbatas suami tahun 2012 dan 2013, saya hanya membayar harga resmi sebesar  Rp 750.000 per tahunnya, nah harga melalui agen itu paling sedikit  Rp 12.000.000. tiap pembuatan (per tahun). Kebayang kan, gimana kalau KITAP (Kartu izin tinggal menetap) utk lima tahun yang spt suami buat tahun 2014 lalu? Kalau KITAP yg harga resminya 3,5 juta...bukan ga mungkin harga di agen akan seharga city car baru yang imut-imut itu.

Makanya pas datang dan akhirnya memutuskan untuk menetap kembali ke jakarta, rasanya ngeri-ngeri sedep :D Gimana gak sedep, kemungkinan saya gak akan ngeces2 lagi saban liat foto kuliner indonesia di newsfeed, selain itu saya kembali kumpul berdekatan dengan keluarga besar. Ngerinya, sudah pasti soal urusan imigrasi ini :s

Tapi ternyata saya salah, sodara-sodara! Kinerja Imgrasi saat saya kembali banyak berubah. Gak seperti babarapa tahun sebelumnya (maksudnya th 2008), sekarang (th 2012) masuk kantor imigrasi saya ga lagi 'dicegat' sama para  calo yang seakan bisa mencium aroma kebingungan dari orang-orang yang buta informasi. Kali ini saya langsung diarahkan ke petugas imigrasi yang mengurus dokumen untuk orang asing.


 Setelah mengetahui keperluan saya, sang petugas memberi  list dokumen yang dibutuhkan. Karena saya sudah tahu apa saja yang harus disiapkan dari rumah, saya hanya perlu mengisi form yang diberi gratis (kalau dulu msh bayar di koprasi). Setelah diisi dan  diperiksa kelengkapannya, sang petugas memberi tanda bukti pada saya. Saya diminta kembali beberapa hari kemudian untuk mengambil dokumen bersama tanda bukti tadi. Yes, betul, saya di imigrasi cuma 15 menit! Memang masih harus bolak-balik sih, tapi setidaknya kali ini bolak baliknya saya bukan untuk menunggu godot. Drama oper-operan pun sudah tidak saya rasakan. Sekarang saya datang jika dokumen sudah siap saja sesuai tanggal yang diberikan petugas, urusan minta tanda tangan ke bidang ini itu, ya jelas itu  urusan mereka dong.

Apa lagi beberapa bulan berikutnya, setelah imigrasi jakut pindah ke kantor yang lebih besar, nuansa rapih dan profesionalnya lebih kerasa dari sebelumnya. Begitu pula saat saya datang ke kantor imigrasi pusat di kuningan. Wahh...jauh sekali perubahannya. Sebenernya apa yang mereka lakukan sih biasa banget untuk ukuran kantor pelayanan swasta, tapi menjadi sangat luar biasa bagi saya karena saya tahu persis bagaimana kinerja mereka sebelumnya :D

Kalau pengalaman seorang teman lain lagi, saat dia mengurus kitas suaminya (th 2014), diharuskan menggunakan sistem online. Hampir sebulan dokumen teman saya itu tidak kelar (padahal mestinya 7hr kerja). Sebelum mengurus online, teman saya ini sempat disibukan dengan kelengkapan berkas. Padahal semua berkas sudah dipersiapkan, tapi mungkin karena sang petugas sendiri tidak terlalu memahami, atau mungkin dia petugas baru, akhirnya teman saya harus cukup ribet bolak balik urus ke rumahnya yang berada di luar wilayah jakarta. Tau sendiri kan gimana lalu lintas ibu kota. Kurang satu berkas, itu tandanya harus meluangkan satu hari penuh untuk kembali. Ok lah, kalau memang berkas itu dibutuhkan, kalau engga kan, benar-benar buang-buang waktu dan energi.

Setelah sebulan tidak ada kemajuan, akhirnya teman saya ini kembali mengulang prosedur. Beruntung dia memiliki kerabat yang bekerja di imigrasi dengan kedudukan strategis, maka urusan kitas sang suami bisa diurus lebih cepat. Dan benar saja, berkas yang sebelumnya dipersiapkan memang sudah memenuhi tanpa harus mnyertakan berkas tambahan yang dulu diminta petugas. Saat teman saya datang ke imigrasi pusat melalui pintu pegawai bersama kerabatnya, teman saya itu mendapati seorang petugas yang beberapa waktu seblumnya mengurus dokumennya sedang asik online di medsos pada jam kerja :p Terang saja, teman saya itu ilfil, mengingat petugas tersebut pernah membuatnya bolak balik untuk hal yang tidak penting. Selain itu teman saya ini sudah menunggu cukup lama dokumen suaminya yang akan digunakan segera, eh malah menemukan orang tersebut sedang ngefesbuk -_-

But, syukurnya itu dokumen ngendon sebulan bukan karena internetnya dipake sm si petugas tersebut ko (heheh), tapi karena memang sistem di pusatnya sedang error. Maklum, teman saya apply bertepatan saat sistem baru itu (harus apply secara online) diberlakukan.

Intinya, memang kinerja mereka masih jauh dari sempurna, tapi saya tetap ga bisa menahan diri untuk mengucapkan selamat, sekali lagi, atas perubahan positif yang mereka lakukan :) Besar harapan, kedepan masyarakat semakin merasa dilayani dan diayomi oleh negara sebagaimana mestinya, sehingga bukan tidak mungkin suatu hari para WNI akan bangga menggenggam passport hijau mereka sebangga para imigran di amerika mendapat kartu hijau (green card) :D


======

Ps: takut kedepannya diklaim oleh pihak tertentu, saya cuma mau menekankan bahwa perubahan signifikan ini terjadi sejak periode kedua SBY jd presiden. Catet! :D




Komentar

Postingan populer dari blog ini

welcome world, Belkisa #2

Halalin Adek Bang

Relatif itu...